TEORI KONSTRUKTIVISME

TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

Oleh : Samsulhadi, S.Pd

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSTRUKTIVISME

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri, sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

· Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

· Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

· Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

· Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

· Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME

  1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
  2. Mengembangkan ide yang diawali oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  3. Menyokong pembelajaran secara koperatif
  4. Membentuk sikap dan pembawaan murid
  5. Mengembangkan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
  6. Mengembangkan & menerima usaha & pribadi murid.
  7. Menggairahkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
  8. Menganggap pembel ajaran sebagai suatu proses yang sama penti ng dengan hasil pembel ajaran
  9. Mengembangkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

C. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :

  1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
  2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
  3. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
  4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar
  5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
  6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
  7. Mencari dan menilai pendapat siswa
  8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME

  1. Kelebihan

· Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

· Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

· Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

· Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

· Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

  1. Kelemahan

(1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi,

(2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda,

(3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa, dan yang kebih penting lagi, dan

(4) meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.

E. PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK

Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.

  1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
  2. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
  3. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri
  4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
  5. Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

F. HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN TEORI BELAJAR LAIN

Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.

  1. Teori Belajar Konsep

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.

  1. Teori Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan menggabungkan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.

Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki. Keduanya menekankan pentingnya menggali pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

  1. Teori Skema.

Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.

  1. Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme

Konstruktivisme berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif sibelajar. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang lengkap. Menurut Konstruktivisme, bla seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya.
Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja.
Kadang–kadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan Teori Pencarian Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka punya kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.

G. IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para sisiwa sendiri, para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.

b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirian bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.

c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.

d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:

1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.

2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.

3) Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.

H. SIMPULAN

Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudah cara atau fasilitator.

Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hippotesishipotesis dan idea-idea baru. Pandangan ini bertolak daripada teori pembelajaran daripada Behaviorisme kepada Kognitivisme dan seterusnya Konstruktivisme.

Dari pembahasan di atas fenomena pendidikan kita semestinya dapat dilihat dari segala aspek, tidak hanya dipolarisasi sedemikian rupa, hanya untuk memperoleh manfaat pada satu aspek saja, misalnya ditekankan pada prestasi siswa yang hanya menyentuh ranah kognitif, tetapi lebih luas lagi harus memiliki kepribadian yang merefleksikan kedirian sebagai manusia yang seutuhnya sebagai hamba Tuhan. Penulis dapat memberikan kesimpulan, bahwa:

Pertama, teori konstruktivis yang diterapkan di beberapa negara maju, kemudian dikembangkan di negara lain termasuk Indonesia memiliki keunggulan, mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, mengutamakan proses, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, dan pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Konsep pembelajaran dengan menggunakan persoalan-persoalan rill yang terjadi masyarakat kemudian dikembangkan untuk menemukan solusi membuat daya kritis anak menjadi terasah dan kemampuan intelektual semakin berkualitas.

Kedua, meskipun memiliki keunggulan, setiap teori tidak ada yang sempurna tidak terkecuali teori konstruktivis. Kelemahan yang serius dalam pengembangan pendidikan adalah kurangnya nilai-nilai kemanusiaan yang diinternalisasi oleh seorang guru. Mengajar bukan hanya sebatas memberikan pemahaman terhadap suatu persoalan, tetapi memberikan contoh bagaimana berperilaku yang baik adalah lebih penting. Dalam proses belajar-mangajar guru harus perilaku yang humanis dan selalu mengembangkan perilaku tersebut.

Ketiga, dengan demikian tugas guru bukan mulai berkurang, tetapi menurut penulis, guru di samping memiliki pemahaman terhadap disiplin ilmu yang diajarkan dia harus memiliki moralitas yang tinggi dan lebih penting mampu memberikan contoh kepada siswa (anak). Walaupun dalam penyelesaian keterlibatannya relatif sedikit tetapi nilai-nilai yang humanis memliki porsi yang besar untuk di selalu diajarkan. Pengajaran nila-nilai humanis sedianya dilaksanakan dengan dasar cinta, karena pendidikan berbasis cinta akan mampu memberikan daya wujud yang kuat. Cinta memang sulit didefinisi tetapi cinta mampu menggerakkan. Karena yang membuat pendidikan kita mengalami distorsi karena sekat-sekat akibat dari sudut pandang pengajar yang hanya melaihat profesi tersebut sebagai pekerjaan yang tidak ubahnya seorang karyawan industri, membentuk suatu produk sesuai dengan rencananya. Berbeda dengan karyawan, guru bertanggungjawab membentuk manusia yang memiliki karakter multidimensi dan sangat kompleks terdiri dari psikis dan fisik yang terbagi pada aspek kognitif, afektif dan konatif.

Keempat, diharapkan dengan riset dan kajian ilmiah tentang pendidikan yang berbasis cinta dapat menawarkan konsep yang lebih relevan dan konkrit untuk kemudian dapat diimplementasikan secara bersinergi, sehingga fenomena yang ironis tersebut bisa dielminir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar